Jumat, 02 Januari 2015

Laos Negara Minoritas Muslim Teraman Di Asia Tenggara

Daftar Isi
Ø Daftar Isi………………………………….
Ø Kata Pengantar……………………………
Ø Pendahuluan……………………………...
Ø Sejarah Laos………………………………
Ø Negara Laos……………………………….
Ø Keadaan Politik Laos……………………..
Ø Kondisi Islam di Laos
Ø Islam Masuk di Laos
Ø Mata Pencaharian Umat Islam di Laos
Ø Etnik Muslim di Laos
Ø Umat Islam dalam Konstitusi Negara Laos
Ø Kesimpulan……………………………….
Ø End Note…………………………………
Ø Daftar Pustaka……………………………
Ø Penutup……………………………………



KATA PENGANTAR
Limpahan puji syukur kami panjtakan kepada Allah swt, Berkat rahmat dan karunia-Nyalah kita selalu diberikan kesehatan dan umur panjang, Shalawat serta salam semoga selalu terlimpahkan kepada penghulu para Nabi ialah Nabiku dan Nabi kalian Sayyidina Muhammad saw semoga kita selaku umatnya akan mendapatkan Syafa’atnya diakhir hari nanti amin.
          Terima kasih juga kami sampaikan kepada dosen pembimbing mata kuliah Sejarah Asia Tenggara Dosen Prof. Dr. Azyumardi Azra M.A dalam membantu membuat makalah ini.










PENULIS
                                                 Ulfah Bughiah    Fathzry Ardillah     M. Hamdani Wahid
SKI 5B

Pendahuluan
Laos adalah negara yang terkurung daratan di Asia Tenggara, berbatasan dengan Myanmar dan Republik Rakyat Tiongkok di sebelah barat laut, Vietnam di timur, Kamboja di selatan, dan Thailand di sebelah barat. Iklim Laos adalah tropis dan dipengaruhi oleh angin musim terletak 17°58' LU 102°36' BT . Musim penghujan berlangsung dari Mei hingga November, diikuti oleh musim kemarau sejak December sampai April. Ibukota dan kota terbesar di Laos adalah Vientiane, kota-kota besar lain meliputi Luang Prabang, Savannakhet, dan Pakse. Laos dikenal sebagai negara yang damai dan ramah, walaupun laos pernah terlibat dalam perang Vietnam dan perang saudara selama beberapa tahun. Kebudayaan Laos sendiri di tandai dengan adanya Agama Theravada telah banyak mempengaruhi kebudayaan Laos. Pengaruhnya terlihat pada bahasa, seni, sastra, Seni tari, dll. Musik Laos didominasi oleh alat musik nasionalnya, disebut khaen (sejenis pipa bambu). Awal sejarah Laos didominasi oleh Kerajaan Nanzhao, yang diteruskan pada abad ke-14 oleh kerajaan lokal Lan Xang yang berlangsung hingga abad ke-18, setelah Thailand menguasai kerajaan tersebut. Kemudian Perancis menguasai wilayah ini di abad ke-19 dan menggabungkannya ke dalam Indochina Perancis pada 1893. Setelah penjajahan Jepang selama Perang Dunia II, negara ini memerdekakan diri pada 1949 dengan nama Kerajaan Laos di bawah pemerintahan Raja Sisavang Vong.
Rumusan Masalah
1.      Bagaimana Cara Masuk dan Berkembangnya Agama Islam di Laos?
2.      Bagaimana Pengaruh Imperilisme Barat Terhadap Muslim?
3.      Bagaimana Muslim Laos Dapat Bertahan Hidup?
4.      Apakah Upaya Pemerintah Laos Dalam Merukunkan Setiap Agama di Laos?









A.            Sejarah Laos
Suku bangsa Laos merupakan cabang dari suku bangsa Thai yang berimigrasi ke Laos dari Cina selatan sesudah abad ke-8 M. Pada abad ke-12 dan 13 dibentuklah pusat pemerintahan di Muong Swa (selanjutnya bernama Luang Prabang, sekarang menjadi Louangphrabang).[1]
Laos pada awalnya didominasi oleh Kerajaan Nanzhao, yang diteruskan pada abad ke-14 oleh kerajaan lokal Lan Xang yang berlangsung hingga abad ke-18, setelah Thailand menguasai kerajaan tersebut. Kemudian Perancis menguasai wilayah ini di abad ke-19 dan menggabungkannya ke dalam Indochina Perancis pada 1893. Setelah penjajahan Jepang selama Perang Dunia II, negara ini memerdekakan diri pada 1949 dengan nama Kerajaan Laos di bawah pemerintahan Raja Sisavang Vong.
Keguncangan politik di negara tetangganya Vietnam membuat Laos menghadapi Perang Indochina Kedua yang lebih besar (disebut juga Perang Rahasia) yang menjadi faktor ketidakstabilan yang memicu lahirnya perang saudara dan beberapa kali kudeta. Pada 1975 kaum komunis Pathet Lao yang didukung Uni Soviet dan komunis Vietnam menendang pemerintahan Raja Savang Vatthana dukungan Amerika Serikat dan Perancis. Setelah mengambil alih negara ini, mereka mengganti namanya menjadi Republik Demokratik Rakyat Laos yang masih berdiri hingga saat ini. Laos mempererat hubungannya dengan Vietnam dan mengendurkan larangan ekonominya pada akhir dekade 1980an dan dimasukkan ke dalam ASEAN pada 1997.[2]






B.       Negara Laos
Laos merupakan salah satu dari tiga wilayah yang disebut Indo-China, disamping Vietnam dan Kampuchea yang disamping berdekatan dari aspek geografis, juga mempunyai banyak pertalian sejarah dan kebudayaan. Sehingga pembicaraan satu wilayah Indo-China, biasanya sekaligus membicarakan ketiganya.
Nama Resmi negara Laos adalah Sathalanalat Paxathipatai Paxaxon Lao (bahasa Laos) dalam Bahasa Prancis Republique Democratique Populaire Lao.  Bentuk negaranya adalah Republik Demokratik dengan Kepala Negara adalah Presiden. Laos mempunyai luas wilayah 236.800 kmbila diandaikan dengan pulau di Indonesia kira-kira sekitar 2/3 dari pulau Sumatera dengan penduduk tahun 1993 sebanyak 4,6 juta jiwa. Bahasa resmi adalah Lao, Prancis, Inggris. Beribukota di Vientiane. Lagu kebangsaannya Pheng Sat.[3] Jika di tahun 1993 penduduk laos 4,6 juta jiwa dalam data tahun 2006 laos mempunyai warga negaranya sekitar 6.5 juta jiwa, apabila ingin di kalkulasi dengan angka terdapat klasifikasi komunitas politik yang mempunyai jumlah kuantitatif terbanyak adalah mereka yang beragama Budha Theravada sekitar 65%,  yang terdiri dari berbagai etnis di negara Laos, seperti etnis Mon-Khmer, etnis Lao, Tai Khadai, Austro Asiatik, dan berbagai keturunan campuran dari negara Thailand dan negara Vietnam.  dan 15 %-nya adalah orang-orang Thai dengan 10 % sisanya merupakan suku-suku daerah perbukitan. Dari umat Islam sendiri hanya sekitar 0,01% dari jumlah penduduk negara Laos yang berjumlah 6,5 juta orang. Selain itu, pihak Kristen mendapat sekitar 1,3% dan lainnya, seperti kepercayaan animisme dan baha’i sekitar 33,6%[4]
Pendapatan perkapitanya adalah 28 US dolar pertahun. Etnik yang mendiami Laos adalah etnik Laos, Khmer, Vietnam, Campa dan Cina. Agamanya adalah Budha, Konghucu, Kristen dan Islam.[5]
Secara geografisnya Laos adalah negara yang terkurung daratan di Asia Tenggara, berbatasan dengan Myanmar dan Republik Rakyat Tiongkok di sebelah barat laut, Vietnam di timur, Kamboja di selatan, dan Thailand di sebelah barat. Iklim Laos adalah tropis dan dipengaruhi oleh angin musim terletak 17°58' LU 102°36' BT . Musim penghujan berlangsung dari Mei hingga November, diikuti oleh musim kemarau sejak December sampai April. Ibukota dan kota terbesar di Laos adalah Vientiane, kota-kota besar lain meliputi Luang Prabang, Savannakhet, dan Pakse. Laos dikenal sebagai negara yang damai dan ramah.[6]

C.      Keadaan Politik Laos
Setelah Perang Vietnam, pecah keadaan Laos menjadi tidak damai. Sejak tahun 1959, pasukan komunis benyak beroperasi di daerah provinsi yang berbatasan dengan Vietnam Utara. Golongan komunis yang terkenal adalah Pathet Lao yang dipimpin oleh Pangeran Sauvana Vong. Golongan komunis bermusuhan dengan golongan-golongan lainnya yang dipimpin oleh Pangeran Boum Oum dan Jendral Pahouni Nousavan yang condong kepada Amerika Serikat. Golongan netral dipimpin oleh Pangerah Sauvana phouma dan Kapten Kong Lee yang memegang pemerintahan saat itu.
Sebuah konferensi internasional diselenggarakan di Jenewa tahun 1961-1962 dipimpin oleh Inggris dan Uni Soviet juga dihadiri oleh RRC. Konferensi itu memutuskan bahwa Laos diperintah oleh pemerintahan koalisi. Pemerintahan Koalisi ini terdiri dari aliran kiri, aliran kanan, dan aliran netral di bawah pimpinan Pangeran Souvana Phouma. Namun demikian tidak berlangsung lama. Pasukan Phatet Lao (aliran kiri) meninggalkan pemerintahan dan mengangkat senjata karena dibantu oleh RRC dan Vietnam utara. Pasukan Vietnam utara dikirim melalui daerah Laos yang disebut Ho Chi Minh Trail dengan mendapat perlindungan dari pasukan Pathet Lao.
Dalam pemilihan umum tahun 1967, golongan netral di bawah pimpinan Pangeran Sauvana Phouma kembali memperoleh kemenangan. Sementara itu, pergolakan di Laos tetap berlangsung selama kurang lebih 20 tahun. Pada tahun 1973, diadakan genjatan senjata. Setahun kemudian pemerintah koalisi dipulihkan dan tetap berada di bawah perdana Menteri Pangeran Suavana Phouma. Walaupun demikian, masih saja tetap terjadi pertempuran yang bersifat lokal antara pasukan beraliran kanan melawan pasukan  Pathet Lao yang dipimpin oleh Sauvana Vong (saudara tiri Sauvana Phouma). Dengan jatuhnya Kamboja dan Vietnam selatan ke tangan komunis, maka golongan Pathet Lao semakin bertambah besar pengaruhnya.
Pada tahun 1975 di Laos berdiri pemerintahan komunis sehingga hubungan dengan Vietnam dan pemerintahan Heng Samarin di Kamboja bertambah erat. Bahkan pemerintahan Laos lebih condong pada Uni Soviet.[7]




D.  Kondisi Islam di Laos
Laos dikenal sebagai salah satu Negara dengan sistem pemerintahan komunis yang tersisa di dunia dengan mayoritas penduduknya merupakan pemeluk Budha Theravada. Tak heran jikalau Laos merupakan negara dengan penduduk Muslim paling sedikit di Asia Tenggara.

1.      Islam Masuk ke Laos
Agama Islam pertama kali masuk ke Laos melalui para pedagang Cina dari Yunnan. Para saudagar Cina ini bukan hanya membawa dagangannya ke Laos, namun juga ke negara tetangganya seperti Thailand dan Birma. Oleh masyarakat Laos dan Thailand, para pedagang asal Cina ini dikenal dengan nama Chin Haw.
Peninggalan kaum Chin Haw yang ada hingga hari ini adalah beberapa kelompok kecil komunitas Muslim yang tinggal di dataran tinggi dan perbukitan. Mereka menyuplai kebutuhan pokok masyarakat perkotaan. Di sini, mereka memiliki masjid besar kebanggaan. Letaknya di ruas jalan yang terletak di belakang pusat air mancur Nam Phui. Masjid ini dibangun dengan gaya neo-Moghul dengan ciri khas berupa menara gaya Oriental.
Masjid ini juga dilengkapi pengeras suara untuk adzan. Ornamen lain adalah tulisan-tulisan di dalam masjid ini ditulis dalam lima bahasa, yaitu Arab, Tamil, Lao, Urdu, dan Inggris. Selain kelompok Muslim Chin Haw, ada lagi kehadiran kelompok Muslim lainnya di Laos yaitu komunitas Tamil dari selatan India. Muslim Tamil dikenal dengan nama Labai di Madras dan sebagai Chulia di Malaysia dan Phuket. Mereka masuk Vientiane melalui Saigon yang masjidnya memiliki kemiripan dengan masjid mereka di Tamil.


Para jamaah Muslim India Selatan inilah yang mendominasi masjid di Vientiane. Meski demikian, masjid ini juga banyak dikunjungi jamaah Muslim dari berbagai negara. Jamaah tetap di masjid ini termasuk para diplomat dari negara Muslim di Vientiane, termasuk dari Malaysia, Indonesia, dan Palestina.
Laos merupakan salah satu negara yang kaya dengan keberagaman etnis. Setengah populasinya yang mencapai empat setengah juta orang berasal dari etnis Lao atau yang dikenal masyarakat lokalnya sebagai Lao Lum. Selain mendominasi dari segi jumlah penduduk, mereka juga mendominasi pemerintahan dan komunitas masyarakatnya.
Mereka yang berasal dari etnis ini memiliki kedekatan kekerabatan dengan penduduk kawasan timur laut Thailand. Mereka berasal dari dataran rendah Mekong yang hidup mendominasi di Vientiane dan Luang Prabang. Secara tradisional, mereka juga mendominasi pemerintahan dan masyarakat Laos.[8]

2.      Mata Pencaharian Umat Islam di Laos
Saat ini, sebagian besar Muslim di Vientiane merupakan pebisnis. Mereka menguasai di bidang tekstil, ekspor-impor, atau melayani komunitas mereka sendiri dengan menjadi penjual daging atau pemilik restoran halal.
Beberapa restoran terletak di kawasan Taj off Man Tha Hurat Road, dan dua atau tiga restoran halal lainnya berdiri di persimpangan jalan Phonxay dan Nong Bon Roads. Selain melayani komunitas Muslim, mereka juga menyediakan jasa katering bagi petugas kedutaan yang beragama Islam. Sisanya, para pekerja Muslim lokal di Vientiane bekerja di bagian tesktil di berbagai pasar di kota ini, seperti di Talat Sao atau pasar pagi, di persimpangan jalan Lan Xang, dan Khu Vieng.
Kelompok ini merupakan orang-orang yang percaya diri, ramah dan giat bekerja, meski mereka berbicara bahasa Inggris tidak sebanyak mereka yang berasal dari Asia Selatan. Setiap pertanyaan dalam bahasa Inggris yang tidak dimengerti akan mereka jawab dengan kalimat bo hu, atau "saya tidak mengerti" dalam bahasa Laos.
Selain bekerja di industri tekstil, banyak Muslim Laos yang bekerja sebagai penjual daging. Ini mengingat kebutuhan makanan yang sangat spesifik dari komunitas Muslim, yaitu penyembelihan secara Islam. Untuk membedakan kios daging mereka dari kios daging lain yang menjual daging babi, para penjual yang beragam Islam memasang lambang bulan sabit atau tanda dalam bahasa Arab.
Tanda ini menunjukkan, selain pemiliknya Muslim, mereka juga menyediakan hanya daging halal. Maklum saja, sebagai minoritas, sangat sulit bagi mereka untuk menemukan makanan yang dijamin kehalalannya. Daging yang biasa dipasarkan adalah daging babi.
Selain di Vientiane, ada lagi komunitas Muslim lainnya di Laos. Namun mereka berjumlah lebih sedikit dan memutuskan tinggal di kota kecil di luar Vientiane. Sebagian orang menyatakan ada sebuah masjid kecil di Sayaburi, di tepi barat Mekong tidak jauh dari Nan. Sayaburi dulu pernah dinyatakan sebagai daerah tertutup bagi orang asing.

3.      Etnik Muslim di Laos
Kebanyakan masyarakat muslim di Laos terdiri dari para pedagang keturunan Arab, Asia Selatan, Melayu dan Kamboja. Ketika krisis politik di Kamboja berkecamuk, banyak pengungsi muslim Camp yang menyebrang ke Laos dan menetap di sana. Juga muslim Huihui (Cina muslim) banyak terdapat di Laos. Diperkirakan jumlah masyarakat muslim di Laos mencapai 40.000 jiwa.[9]
Khusus untuk Muslim Kamboja, mereka adalah para pengungsi dari rezim Khmer berkuasa. Mereka melarikan diri ke Negara tetangga mereka, Laos, setelah pemimpin rezim Pol Pot menyerukan gerakan pembersihan masal etnis Kamboja Cham Muslim dari tanah Kamboja.
Sebagai pengungsi, kehidupan mereka terbilang miskin. Selain itu mereka mengalami trauma akibat pengalaman hidup di bawah tekanan Khmer sejak 1975. Semua masjid di Kamboja dihancurkan. Mreka juga dilarang untuk beribadah atau berbicara dalam bahasa Kamboja dan banyak di antara mereka dipaksa untuk memelihara babi.
Sejarah pahit mengiringi kepergian Muslim Kamboja ke Laos. Mata imam masjid Kamboja di Vientiane, Musa Abu Bakar, berlinang air mata ketika menceritakan kematian seluruh anggota keluarganya dari kelaparan. Mereka dipaksa makan rumput, sementara satu-satunya daging yang mereka dapatkan dari tentara Khmer hanyalah daging babi, yang diharamkan oleh Islam.



Beberapa orang Kamboja, seperti mereka yang di Vientiane, kemudian melarikan diri dari kampung halamannya. Sementara sisanya berhasil bertahan dengan cara menyembunyikan identitas etnis mereka dan juga keislamannya. Dari suluruh populasi Muslim Kamboja, diperkirakan tujuh puluh persennya tewas akibat kelaparan dan pembantaian.
Kini di Laos diperkirakan ada sekitar 200 orang Muslim Kamboja. Mereka memiliki masjid sendiri yang bernama Masjid Azhar atau yang oleh masyarakat lokal dikenal dengan nama Masjid Kamboja. Masjid ini berlokasi di sebuah sudut di distrik Chantaburi, Vientiane.
Meski berjumlah sangat sedikit dan tergolong miskin, mereka teguh memegang agama. Umumnya, mereka adalah penganut mahzab Syafii, berbeda dengan komunitas Muslim Asia Selatan di Vientiane yang menganut mazhab Hanafi.[10]
4.      Umat Islam dan Konstitusi Negara Laos
Negara Laos mengikuti konstitusi baru pada tahun 1991 sehingga pada tahun berikutnya mengadakan pemilihan umum untuk memilih 85 kursi Dewan Nasional yang para anggota-anggotanya dipilih secara rahasia untuk masa jabatan selama 5 tahun. Di dalam konstitusi Laos sebenarnya menjamin dan menghormati kebebasan berkeyakinan dan beragama, hal tersebut terlihat ketika banyak kejadian tentang penistaan terhadap suatu agama, maka dapat diselesaikan dengan baik. Dasar dari konstitusi ini ada di bab 3 Pasal 23 tentang kewarganegaraan konstitusi negara Laos yang berbunyi Pasal 22 yang berbunyi semua warga negara Laos sama di depan hukum, terlepas dari apapun kepercayaan, etnis, status sosial dan ekonomi[11]
Dari Undang-undang diatas bahwa pemeritntah Laos berkomitmen untuk menyamaratakan Hak-Hak warga Negaranya didepan mata hokum dan perundang-undangan serta kebebasan warga negaranya untuk memeluk agama mana pun. Sebab itulah Tak banyak terdengar Konflik Muslim yang minoritas dengan beberapa Agama yang ada di Laos.




KESIMPULAN

Laos adalah sebuah negara yang memiliki luas sepertiga dari Pulau Sumatra, beribukota di Vientine. Jumlah penduduknya pada tahun 2006 berjumlah 6.500.000. sekitar 90% penduduk Laos beragama Budha Therevada.
Etnik minoritas di Laos Arab, Asia Selatan, Melayu dan Kamboja. Di Laos terdapat Masjid yang dilengkapi pengeras suara untuk adzan. Ornamen lain adalah tulisan-tulisan di dalam masjid ini ditulis dalam lima bahasa, yaitu Arab, Tamil, Lao, Urdu, dan Inggris. Selain kelompok Muslim Chin Haw, ada lagi kehadiran kelompok Muslim lainnya di Laos yaitu komunitas Tamil dari selatan India. Muslim Tamil dikenal dengan nama Labai di Madras dan sebagai Chulia di Malaysia dan Phuket.
Laos adalah negara yang mana jumlah masyarakat muslimnya yang paling kecil di Asia Tenggara. Walaupun demikian mereka tetap teguh memegang agama Islam








  










DAFTAR PUSTAKA

Ø  Abdullah, Taufiq, dkk, Ensiklopedia Temates Dunia Islam Dinamika Masa Kini, Jakarta, PT. Ikhtisan Baru Ven Hoeve.
Ø  Badrika, I Wayan. Sejarah. Jakarta: Erlangga.2006
Ø  Boedhi Sampoeno, S. Ensiklopedi Nasional Indonesia. Jakarta: PT. Delta Pamungkas.2004
Ø  Saifullah. Sejarah dan Tamadun Islam di Asia Tenggara. Jakarta: PT. Tintamas Indoensia. 2008
Ø  Wahyudi. ________.  Geografi. Surakarta: PT. Pabelan.
Ø  Muttalib, Husein, Islam in Southeast Asia, Singapura, ISEAS Published,2008
















KATA PENUTUP

Demikianlah yang dapat kami sampaikan mengenai penelitian yang menjadi bahasan dalam Penelitian ini, tentunya banyak kekurangan dan kelemahan kerena terbatasnya pengetahuan kurangnya rujukan atau referensi yang kami peroleh hubungannya dengan penelitian ini Penulis banyak berharap kepada para pembaca yang budiman memberikan kritik dan saran yang membangun kepada kami demi sempurnanya makalah penelitian ini. Semoga makalah Penelitian ini dapat bermanfaat bagi penulis dan para pembaca . Aamiin 










PENULIS
                                                 Ulfah Bughiah    Fathzry Ardillah     M. Hamdani Wahid
SKI 5B




Sabtu, 25 Oktober 2014

Pelabuhan Sunda Kelapa Abad 19 dan 20 #MenulisadalahKaryaTerhebatDiDunia

Pelabuhan Sunda Kelapa Abad 19 dan 20
Daftar Isi
1.     Kata Pengantar…………………………………..
2.     Pendahuluan……………………………………..
3.     Pembahasan……………………………………….
a.     Sejarah Pelabuhan Sunda Kelapa
-         Pada Masa Hindhu dan Budha
-         Pelabuhan Sunda Kelapa di masa Islam
-         Pada Masa Penjajahan Belanda
b.     Fungsi Pelabuhan Sunda kelapa
c.      Perkembangan Pelabuhan Sunda kelapa Pada Abad 19 & 20
d.     Pelabuhan Sunda Kelapa Pada Abad 21
e.      Perahu-Perahu Yang Singgah di Pelabuhan Sunda Kelapa Abad 16-17
f.       Kesimpulan
4.     End Note…………………………………………
5.     Daftar Pustaka……………………………………
6.     Kata Penutup……………………………………









KATA PENGANTAR
          Limpahan puji syukur kami panjtakan kehadirat Allah swt, Berkat rahmat dan karunia-Nyalah kita selalu diberikan kesehatan dan umur panjang, Shalawat serta salam semoga selalu terlimpahkan kepada penghulu para Nabi ialah Nabiku dan Nabi kalian Sayyidina Muhammad saw semoga kita selaku umatnya akan mendapatkan Syafa’atnya diakhir hari nanti amin.
          Terima kasih juga kami sampaikan kepada dosen pembimbing mata kuliah Sejarah Maritim Dosen Dr. Parlindungan Siregar M,Ag dalam membantu membuat makalah ini.












PENULIS
       Fathzry Ardillah
SKI 5B
       1112022000041

Pendahuluan
Nama Pelabuhan Sunda Kelapa sudah terdengar sejakabad ke-12 M. Pada masa itu pelabuhan ini sudah dikenal sebagai pelabuhan lada milik kerajaan Hindu Sunda terakhir di Jawa Barat, Pakuan Pajajaran, yang berpusat di sekitar Kota Bogor sekarang. Para pedagang nusantara kerap singgah di Sunda Kalapa di antaranya berasal dari Palembang, Tanjungpura, Malaka, Makasar dan Madura dan bahkan kapal-kapal asing dari Cina Selatan, Gujarat/ India Selatan, dan Arab sudah berlabuh di pelabuhan ini membawa barang-barang seperti porselen, kopi, sutra, kain, wangi-wangian, kemenyan, kuda, anggur, dan zat warna untuk ditukar dengan lada dan rempah-rempah yang menjadi komoditas unggulan pada saat itu. Para pelaut Cina menyebut Sunda Kalapa dengan nama Kota Ye-cheng yang berarti kota Kelapa. Hal ini kemungkinan disebabkan banyaknya pohon kelapa yang tumbuh di sekitar pelabuhan Sunda Kalapa kala itu.

Bangsa Eropa pertama asal Portugis di bawah pimpinan de Alvin tiba pertama kali di Sunda Kelapa denganarmada empat buah kapal pada tahun 1513, sekitar dua tahun setelah menaklukkan kota Malaka. Mereka datang untuk mencari peluang perdagangan rempah-rempah dengan dunia barat. Karena dari Malaka mereka mendengar kabar bahwa Sunda Kalapa merupakan pelabuhan lada yang utama di kawasan ini. Menurut catatan perjalanan Tome Pires pada masa itu Sunda Kalapa merupakan pelabuhan yang sibuk namun diatur dengan baik.

Beberapa tahun kemudian Portugis datang kembali dibawah pimpinan Enrique Leme dengan membawa hadiah bagi Raja Sunda Pajajaran. Mereka diterima dengan baik dan pada tanggal 21 Agustus 1522 ditandatangani perjanjian antara Portugis dan Kerajaan Sunda Pajajaran. Perjanjian diabadikan pada prasasti batu Padrao yang kini dapat dilihat di Museum Nasional. Dengan perjanjian tersebut Portugis berhak membangun pos dagang dan benteng di Sunda Kalapa. Pajajaran berharap Portugis dapat membantu menghadapi serangan kerajaan-kerajaan Islam seperti Demak dan Cirebon seiring dengan menguatnya pengaruh Islam di Pulau Jawa yang mengancam keberadaan kerajaan Hindu Sunda Pajajaran.

Pada tahun 1527 saat armada kapal Portugis kembali di bawah pimpinan Francesco de Sa dengan persiapan untuk membangun benteng di Sunda Kalapa, ternyata gabungan kekuatan Muslim Cirebon dan Demak berjumlah 1.452 prajurit di bawah pimpinan Fatahillah, sudah menguasai Sunda Kelapa. Sehingga pada saat berlabuh Portugis diserang dan berhasil dikalahkan. Atas kemenangannya terhadap Kerajaan Sunda Pajajaran dan Portugis, pada tanggal 22 Juni 1527 Fatahillah mengganti nama kota pelabuhan Sunda Kalapa menjadi Jayakarta yang berarti “kemenangan yang nyata”











A.   Sejarah Pelabuhan Sunda Kelapa
Sunda Kelapa merupakan sebutan sebuah pelabuhan tradisional di teluk Jakarta. Nama kelapa diambil dari berita yang terdapat dalam tulisan perjalanan Tome Pires pada tahun 1513 yang berjudul Suma Oriental. Dalam buku tersebut disebutkan bahwa nama pelabuhan itu adalah Kelapa. Karena pada waktu itu wilayah ini berada di bawah kekuasaan kerajaan Sunda maka kemudian pelabuhan ini disebut Sunda Kelapa.
Pelabuhan Sunda Kelapa telah dikenal semenjak abad ke-12 dan kala itu merupakan pelabuhan terpenting Kerajaan Sunda yang beribukota di Pajajaran. Kemudian pada masa masuknya Islam dan para penjelajah Eropa, Sunda Kelapa diperebutkan antara kerajaan-kerajaan Nusantara dan Eropa. Akhirnya Belanda berhasil menguasainya cukup lama sampai lebih dari 300 tahun. Para penakluk ini mengganti nama-nama pelabuhan Sunda Kelapa dan daerah sekitarnya. Namun pada awal tahun 1970-an, nama kuno “Sunda Kelapa” kembali digunakan sebagai nama resmi pelabuhan tua ini.
ð Pelabuhan Sunda Kelapa Dimasa Hindhu dan Budha (Kerajaan Sunda)
Menurut Tome Pires, Seorang Musafir yang berasal dari Portugis yang sempat Bermukim di malaka, Kerajaan Sunda mempunyai sejumlah pelabuhan penting dipesisir utara Jawa Barat diantaranya ialah : Calapa (Sunda Kelapa), Banten, Pontang, Cigede, dan Tamgara. Raja Sunda Sendiri Berdiam di Dayo (dayeuh) yang jaraknya bila diukur dengan waktu sekitar 2 hari perjalanan. Calapa Sendiri banyak menghasilkan lada yang berkualitas dan produksinya pertahunnya mencapai seribu bahar, Tome Pires juga mencatat komiditi lainnya yang di jual di pelabuhan Calapa atau sunda kelapa seperti Tamarin (asem), beras, sayur-sayuran, kambing, biri-biri, lembu dalam jumlah besar, babi dan berbagai macam buah-buahan serta rempah-rempah yang banyak dicari oleh orang-orang eropa yang dikirim ke malaka.(1)
Rempah-rempah

            Apabila kita memperhatikan relief candi Borobudur maka terdapat relief mengenai pelabuhan sunda kelapa.
            Menurut beberapa Sejarahwan Relief yang berada di candi Borobudur ini menceritakan perdagangan di pelabuhan sunda kelapa dan banyak juga bangsa asing yang melakukan aktivitas jual beli di pelabuhan sunda kelapa bahkan pelabuhan ini dahulunya adalah salah satu pelabuhan Internasional dimasanya.(2)
            Pada tahun 1522 Gubernur Portugis di malaka yang bernama d’albuquerque mengutus salah seorang yang bernama Henrique Lame untuk membuka hubungan diplomatic dengan Kerajaan Sunda, mengenai perizinan membangun benteng portugis di Sunda kelapa hal ini disambut posistif oleh Raja Pajajaran guna membantu melawan pasukan islam yang berasal dari kerajaan Demak dan Cirebon.(3)




ð Pelabuhan Sunda Kelapa di Masa Islam
Pada akhir abad ke-15 dan awal abad ke-16, para penjelajah Eropa mulai berlayar mengunjungi sudut-sudut dunia. Bangsa Portugis berlayar ke Asia dan pada tahun 1511, mereka bahkan bisa merebut kota pelabuhan Malaka, di Semenanjung Malaka. Malaka dijadikan basis untuk penjelajahan lebih lanjut di Asia Tenggara dan Asia Timur.
Tome Pires, salah seorang penjelajah Portugis, mengunjungi pelabuhan-pelabuhan di pantai utara Pulau Jawa antara tahun 1512 dan 1515. Ia menggambarkan bahwa pelabuhan Sunda Kelapa ramai disinggahi pedagang-pedagang dan pelaut dari luar seperti dari Sumatra, Malaka, Sulawesi Selatan, Jawa dan Madura. Menurut laporan tersebut, di Sunda Kelapa banyak diperdagangkan lada, beras, asam, hewan potong, emas, sayuran serta buah-buahan.
Laporan Portugis menjelaskan bahwa Sunda Kelapa terbujur sepanjang satu atau dua kilometer di atas potongan-potongan tanah sempit yang dibersihkan di kedua tepi sungai Ciliwung. Tempat ini ada di dekat muaranya yang terletak di teluk yang terlindung oleh beberapa buah pulau. Sungainya memungkinkan untuk dimasuki 10 kapal dagang yang masing-masing memiliki kapasitas sekitar 100 ton. Kapal-kapal tersebut umumnya dimiliki oleh orang-orang Melayu, Jepang dan Tionghoa. Di samping itu ada pula kapal-kapal dari daerah yang sekarang disebut Indonesia Timur. Sementara itu kapal-kapal Portugis dari tipe kecil yang memiliki kapasitas muat antara 500 - 1.000 ton harus berlabuh di depan pantai. Tome Pires juga menyatakan bahwa barang-barang komoditas dagang Sunda diangkut dengan lanchara, yaitu semacam kapal yang muatannya sampai kurang lebih 150 ton.
Lalu pada tahun 1522 Gubernur Alfonso d’Albuquerqueyang berkedudukan di Malaka mengutus Henrique Leme untuk menghadiri undangan raja Sunda untuk membangun benteng keamanan di Sunda Kalapa untuk melawan orang-orang Cirebon yang bersifat ekspansif. Sementara itu kerajaan Demak sudah menjadi pusat kekuatan politik Islam. Orang-orang Muslim ini pada awalnya adalah pendatang dari Jawa dan merupakanorang-orang Jawa keturunan Arab.
Maka pada tanggal 21 Agustus 1522 dibuatlah suatu perjanjian yang menyebutkan bahwa orang Portugis akan membuat loji (perkantoran dan perumahan yang dilengkapi benteng) di Sunda Kelapa, sedangkan Sunda Kelapa akan menerima barang-barang yang diperlukan. Raja Sunda akan memberikan kepada orang-orang Portugis 1.000 keranjang lada sebagai tanda persahabatan. Sebuah batu peringatan atau padraõdibuat untuk memperingati peristiwa itu. Padrao dimaksud disebut sebagai layang salaka domas dalam cerita rakya Sunda Mundinglaya Dikusumah. Padraõ itu ditemukan kembali pada tahun 1918 di sudut Prinsenstraat (Jalan Cengkeh) dan Groenestraat (Jalan Nelayan Timur) di Jakarta.
Kerajaan Demak menganggap perjanjian persahabatan Sunda-Portugal tersebut sebagai sebuah provokasi dan suatu ancaman baginya. Lantas Demak menugaskanFatahillah untuk mengusir Portugis sekaligus merebut kota ini. Maka pada tanggal 22 Juni 1527, pasukan gabungan Demak-Cirebon di bawah pimpinan Fatahillah (Faletehan) merebut Sunda Kelapa. Tragedi tanggal 22 Juni inilah yang hingga kini selalu dirayakan sebagai hari jadi kota Jakarta. Sejak saat itu nama Sunda Kelapa diganti menjadi Jayakarta. Nama ini biasanya diterjemahkan sebagai kota kemenangan atau kota kejayaan, namun sejatinya artinya ialah “kemenangan yang diraih oleh sebuah perbuatan atau usaha” dari bahasa Sansekerta jayakarta (Dewanagari जयकृत) (4)
ð Pelabuhan Sunda Kelapa Di Masa Kolonial Belanda
Kekuasaan Demak di Jayakarta tidak berlangsung lama. Pada akhir abad ke-16, bangsa Belanda mulai menjelajahi dunia dan mencari jalan ke timur. Mereka menugaskan Cornelis de Houtman untuk berlayar ke daerah yang sekarang disebut Indonesia. Eskspedisinya walaupun biayanya tinggi dianggap berhasil danVereenigde Oostindische Compagnie (VOC) didirikan. Dalam mencari rempah-rempah di Asia Tenggara, mereka memerlukan basis pula. Maka dalam perkembangan selanjutnya pada tanggal 30 Mei 1619, Jayakarta direbut Belanda di bawah pimpinan Jan Pieterszoon Coen yang sekaligus memusnahkannya. Di atas puing-puing Jayakarta didirikan sebuah kota baru. J.P. Coen pada awalnya ingin menamai kota ini Nieuw Hoorn (Hoorn Baru), sesuai kota asalnya Hoorn di Belanda, tetapi akhirnya dipilih nama Batavia. Nama ini adalah nama sebuah suku Keltik yang pernah tinggal di wilayah negeri Belanda dewasa ini pada zaman Romawi (5)
Dari Sinilah Bangsa Belanda sudah mulai memonopoli perdagangan yang ada di Nusantara, tak kurang dari 300 tahun belanda sudah melakukan monopoli perdagangan dibawah perusahaan dagannya yang bernama VOC. Pelabuhan Sunda Kelapa adalah pelabuhan yang bertaraf Internasional maka keuntungan belanda dimasa tersebut dapat dikatakan sukses karena sudah membangun dan memodernisasi Ibu Kotanya Amsterdam di Belanda.
B.   Fungsi Pelabuhan Sunda Kelapa
Seperti Sudah di Paparkan di atas bahwasnya Sunda Kelapa dari masa kemasa menjadi tempat perniagaan dari masa ke masa oleh seluruh dunia, Selain Kita kenal pelabuhan-pelabuhan yang berada di Nusantara seperti Banten, Makassar dan Malaka maka Pelabuhan Sunda Kelapa Primadonanya di dataran Jawa letak yang sungguh strategis menjadikan Plabuhan Sunda kelapa diminati bangsa Asing dan Bangsa kita sendiri.
Fungsi dimasa kerajaan Pajajaran tempat mengekspor barang-barang yang berasal dari dalam negeri untuk dipasarkan di luar negeri pada masanya. Sedangkan dimasa Islam Pelabuhan ini tak Jauh juga untuk kegiatan Perniagaan dan ekspor impor seperti : rempah-rempah, kayu, hewan dan buah-buahan dan juga sebagai sarana penyebaran Agama Islam.
Sungguh disayangkan Ketika Pelabuhan Sunda Kelapa jatuh ditangan  Belanda dibawah pimpinan Jp.Coen mereka ( belanda) mulai memonopoli perdagangan yang berada dikisaran pulau jawa melalui perusahaannya VOC. VOC sendiri menerapkan bebeapa kebijakan seperti tanam paksa, kerja rodi, dan pajak yang terlalu tinggi serta barang dagangan yang dibayarkan oleh belanda jauh lebih murah dari sinilah keuntungan bangsa belanda mencapai 4 juta gilders.(6)
Akan tetapi Kekurangan pelabuhan Sunda kelapa dimasa itu ialah Setiap kapal-kapal yang ingin berlabuh ke Batavia maka kapal tersebut tidak bisa masuk/lebih dekat lagi dengan dermaga dikarenakan laut di pelabuhan sunda kelapa sangatlah dangkal maka oleh karena itu jika ingin menginjakan kaki ke Batavia maka harus menggunakan kapal laut yang ukurannya lebih kecil dan semenjak itu pula bangsa belanda membangun satu pelabuhan lagi yang bernama pelabuhan Tanjung Priok.

C.   Perkembangan pelabuhan Sunda Kelapa Pada Abad 19 hingga Abad 20
Sekitar tahun 1859 (abad 19), Sunda Kalapa sudah tidak seramai masa-masa sebelumnya. Akibat pendangkalan, kapal-kapal tidak lagi dapat bersandar di dekat pelabuhan sehingga barang-barang dari tengah laut harus diangkut dengan perahu-perahu. Kota Batavia saat itu sebenarnya sedang mengalami percepatan dan sentuhan modern (modernisasi), apalagi sejak dibukanya Terusan Suez pada tahun1869 yang mempersingkat jarak tempuh berkat kemampuan kapal-kapal uap yang lebih laju meningkatkan arus pelayaran antar samudera. Selain itu Batavia juga bersaing dengan Singapura yang dibangun Raffles sekitar tahun 1819.
Maka dibangunlah pelabuhan samudera Tanjung Priok, yang jaraknya sekitar 15 km ke timur dari Sunda Kelapa untuk menggantikannya. Hampir bersamaan dengan itu dibangun jalan kereta api pertama (1873) antara Batavia- Buitenzorg (Bogor). Empat tahun sebelumnya (1869) muncul trem berkuda yang ditarik empat ekor kuda, yang diberi besi di bagian mulutnya.
 Selain itu pada pertengahan abad ke-19 seluruh kawasan sekitar menara syahbandar yang ditinggali para elit Belanda dan Eropa menjadi tidak sehat. Dan segera sesudah wilayah sekeliling Batavia bebas dari ancaman binatang buas dan gerombolan budak pelarian, banyak orang Sunda Kalapa berpindah ke wilayah selatan.(7)
Pada masa Abad ke 20 pendudukan oleh bala tentara Dai Nippon yang mulai pada tahun 1942, Batavia diubah namanya menjadi Jakarta. Setelah bala tentara Dai Nippon keluar pada tahun 1945, nama ini tetap dipakai oleh Belanda yang ingin menguasai kembali Indonesia. Kemudian pada masa Orde Baru, nama Sunda Kelapa dipakai kembali. Berdasarkan Surat Keputusan Gubernur DKI Jakarta No.D.IV a.4/3/74 tanggal 6 Maret 1974, nama Sunda Kelapa dipakai lagi secara resmi sebagai nama pelabuhan. Pelabuhan ini juga biasa disebut Pasar Ikan karena di situ terdapat pasar ikan yang besar.(8)

D.   Pelabuhan Sunda Kelapa di masa ini atau Abad ke 21
Pada saat ini Pelabuhan Sunda Kelapa direncanakan menjadi kawasan wisata karena nilai sejarahnya yang tinggi. Saat ini Pelabuhan Sunda Kelapa adalah salah satu pelabuhan yang dikelola oleh PT Pelindo II yang tidak disertifikasi International Ship and Port Securitykarena sifat pelayanan jasanya hanya untuk kapal antar pulau.
Saat ini pelabuhan Sunda Kelapa memiliki luas daratan 760 hektare serta luas perairan kolam 16.470 hektare, terdiri atas dua pelabuhan utama dan pelabuhan Kalibaru. Pelabuhan utama memiliki panjang area 3.250 meter dan luas kolam lebih kurang 1.200 meter yang mampu menampung 70 perahu layar motor. Pelabuhan Kalibaru panjangnya 750 meter lebih dengan luas daratan 343.399 meter persegi, luas kolam 42.128,74 meter persegi, dan mampu menampung sekitar 65 kapal antar pulau dan memiliki lapangan penumpukan barang seluas 31.131 meter persegi.
Dari segi ekonomi, pelabuhan ini sangat strategis karena berdekatan dengan pusat-pusat perdagangan di Jakarta seperti Glodok, Pasar Pagi, Mangga Dua, dan lain-lainnya. Sebagai pelabuhan antar pulau Sunda Kelapa ramai dikunjungi kapal-kapal berukuran 175 BRT. Barang-barang yang diangkut di pelabuhan ini selain barang kelontong adalah sembako serta tekstil. Untuk pembangunan di luar pulau Jawa, dari Sunda Kelapa juga diangkut bahan bangunan seperti besi beton dan lain-lain. Pelabuhan ini juga merupakan tujuan pembongkaran bahan bangunan dari luar Jawa seperti kayu gergajian, rotan, kaoliang, kopra, dan lain sebagainya. Bongkar muat barang di pelabuhan ini masih menggunakan cara tradisional. Di pelabuhan ini juga tersedia fasilitas gudang penimbunan, baik gudang biasa maupun gudang api.
Dari segi sejarah, pelabuhan ini pun merupakan salah satu tujuan wisata bagi DKI. Tidak jauh dari pelabuhan ini terdapat Museum Bahari yang menampilkan dunia kemaritiman Indonesia masa silam serta peninggalan sejarah kolonial Belanda masa lalu.
Di sebelah selatan pelabuhan ini terdapat pula Galangan Kapal VOC dan gedung-gedung VOC yang telah direnovasi. Selain itu pelabuhan ini direncanakan akan menjalani reklamasi pantai untuk pembangunan terminal multifungsi Ancol Timur sebesar 500 hektare (9)
E.   Perahu-Perahu Yang Singgah Di Sunda Kelapa Abad 16-17
Informasi mengenai berbagai macam jenis kapal yang singgah di pelabuhan Sunda Kelapa didapatkan dari berita Belanda dan pahatan pada bangunan Belanda dari abad 17 M. Kapal-kapal yang pernah singgah di pelabuhan Sunda Kelapa antara lain kapal dari Eropa seperti kapal layar dari Belanda dan kapal Galleon Inggris. Sedangkan dari berbagai daerah di Nusantara banyak menggunakan perahu layar karena dapat berlayar dengan cepat, mudah  dan memuat banyak barang. Perahu layar tersebut di antaranya adalah perahu majung, perahu kitir, lanchara (lancaran - perahu dengan satu tiang dan bisa didayung) dan jung-jung dari Cina. Selain perahu-perahu tersebut juga terdapat kapal perang yang panjang dan dangkal atau pangajava untuk membawa dagangan dari Sunda ke Malaka.
Sumber tertulis Cina dapat memberikan sedikit informasi mengenai kapal-kapal Cina yang datang ke Batavia. Kapal-kapal Cina (jung) yang singgah di Batavia umumnya memiliki tiga layar dengan berbagai ukuran, dari dua ratus sampai delapan ratus ton. Terbuat dari kayu dan dipersenjatai dengan lengkap untuk mengantisipasi serangan perompak. Van Leur menceritakan mengenai pasokan komoditi Cina bahwa armada dagang Cina di Batavia,
Pada 1625 mempunyai tonase seluruhnya lebih besar dari tonase seluruh armada Kumpeni Belanda. Sementara itu, berdasarkan berita tertulis Inggris dapat diketahui nama-nama kapal yang berlabuh di Sunda Kelapa pada saat melakukan penyerangan terhadap Jayakarta adalah kapal-kapal dari Inggris di antaranya kapal Globe, Samson, Thomas, Unicorne, Rose, Black Lio, James Royall, de Hont, Britten dan kapal Peppercorne. Sedangkan kapal-kapal Belanda antara lain Wapen van Amsterdam, Golden Lion, Devil of Delft, Moone, Clove, Sunne, dan Bergeboat.(10)
F.     Kesimpulan
Pelabuhan Sunda Kelapa adalah pelabuhan yang bertaraf internasional dimana pelabuhan ini mempunyai tempat yang strategis bagi para pelayar untuk singgah dan menjajahkan dagangannya oleh para pribumi dimasanya. Pada kerajaan pajajaran komoditi yang terkenal adalah Lada sedangkan menurut Tome Pires “Pelabuhan sunda Kelapa adalah pelabuhannya rempah-rempah dimana market eropa sangat menginginkan eropa sehingga semuanya ingin menguasainya.
Pada Masa Pangeran jayakarta atau biasa dikenal Fathahilah Pelabuhan tersebut dikuasai bukan hanya untuk prekonomian saja akan tetapi digunakan untuk berdakwah menyiarkan agama islam.lain hal jika di kuasa oleh Belanda selama kurang lebih 300 tahun Pelabuhan ini  sudah menyumbangkan Kas Belanda untuk membangun Kotanya di Amsterdam sekaligus memonopoli perdagangan.
Pelabuhan Sunda Kelapa di era ini sudah menjadi pelabuhan seperti sedia kala akan tetapi pelabuhan ini hanya pada kapasitas bongkar muat kayu yang berasal dari Kalimantan, bongkar muat sembako dan lain-lain.







End Note
1.      Corteso, Amando, The Suma oriental of tome pires, an account of the east, from red sea to japan, written in Malacca and india 1512-1515,London, Hakluyt Society, 1944, vol 2 hal.166-168
2.      J.Knaap, Gerrit, Shallow Waters, Rising Tide, Leiden, KITLV Press, 1996, hal 152
3.      Haris, tawalinuddin, Kota dan Masyarakat Jakarta dari Kota Tradisional ke Kota colonial (abad XVI-XVIII), Jakarta, Widya Saputra, 2007.hal 23
4.      Ibid 37
5.      Susan, Blackburn, Jakarta Sejarah 400 tahun, Jakarta, Komunitas Bambu, 2011, hal 125
6.      Supratikno, Rahardjo, Sunda kelapa sebagai Bandar di Jalur Sutra, Jakarta, Laporan Penelitian, Kemendikbud, 1996 hal 26
7.      Taylor.J.Gelman, Kehidupan Sosial di Batavia, Jakarta, komunitas Bambu,2009 , hal 165
9.      Ibid
10.  Guide Museum Bahari dan papan keterangan














Daftar Pustaka
ð  Corteso, Amando, The Suma oriental of tome pires, an account of the east, from red sea to japan, written in Malacca and india 1512-1515,London, Hakluyt Society, 1944, vol 2
ð  J.Knaap, Gerrit, Shallow Waters, Rising Tide, Leiden, KITLV Press, 1996,
ð  Haris, tawalinuddin, Kota dan Masyarakat Jakarta dari Kota Tradisional ke Kota colonial (abad XVI-XVIII), Jakarta, Widya Saputra, 2007.
ð  Susan, Blackburn, Jakarta Sejarah 400 tahun, Jakarta, Komunitas Bambu, 2011
ð  Supratikno, Rahardjo, Sunda kelapa sebagai Bandar di Jalur Sutra, Jakarta, Laporan Penelitian, Kemendikbud, 1996.
ð  Taylor.J.Gelman, Kehidupan Sosial di Batavia, Jakarta, komunitas Bambu,2009.
ð  Guide Museum Bahari dan papan keterangan


















KATA PENUTUP

Demikianlah yang dapat kami sampaikan mengenai penelitian yang menjadi bahasan dalam Penelitian ini, tentunya banyak kekurangan dan kelemahan kerena terbatasnya pengetahuan kurangnya rujukan atau referensi yang kami peroleh hubungannya dengan penelitian ini Penulis banyak berharap kepada para pembaca yang budiman memberikan kritik dan saran yang membangun kepada kami demi sempurnanya makalah penelitian ini. Semoga makalah Penelitian ini dapat bermanfaat bagi penulis dan para pembaca . Aamiin 








PENULIS
       Fathzry Ardillah
SKI 5B
       1112022000041